Nama : Ery Febriadi
NPM : 20208457
Kelas : 4EB05
Prinsip Etika Profesi Akuntan :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Contoh Kasus Penyimpangan PLN
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya penyimpangan dalam penyaluran sumber daya energi primer, membuka ruang bagi fraksi-fraksi di DPR untuk menggulirkan hak angket. Hal ini dikatakan oleh Wakil Ketua DPR, Pramono Anung kepada wartawan di Jakarta, Rabu (05/10/2011). Temuan BPK yang dimaksud, merugikan negara mencapai Rp17,9 triliun pada 2009. Kemudian, Rp19,7 triliun di tahun 2010. Pramono menegaskan, temuan BPK itu didukung dengan data-data yang sangat kuat, sementara pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal ini, tak bisa jelaskan secara detail, ke mana anggaran tersebut. "Mungkin teman-teman bisa gunakan hak-hak yang dimiliki, bisa hak angket. Silahkan anggota yang menggunakannya atau tidak. Yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah Kementerian ESDM, BP Migas, dan PLN, bisa jelaskan secara rinci dan detail yang menjadi pertanyaan mendasar," ujar Pramono. Kerugian negara yang dalam kasus ini, melebihi kasus skandal Century yang heboh beberapa waktu lalu, membailout bank yang kini bernama Bank Mutiara sebesar Rp 6.7 trilyun. "Kerugian negara mencapai tiga kali lipat," tandas Pramono Anung. Dijelaskan, pimpinan DPR juga sudah serahkan hasil audit investigasi yang dilakukan BPK dalam kasus penyimpangan penyaluran energi primer ke PLN ini kepada Komisi VII dan BAKN. Dan hasil audit BPK itu, menjadi data tambahan untuk pendalaman oleh Komisi VII. "Jika benar laporan BPK tersebut, betapa besar kerugian yang harus ditanggung negara dalam kasus ini. Yang patut ditelusuri juga adalah, pihak yang mengeluarkan kebijakan dalam penjualan energi primer ke negara lain, penjualan gas ke Singapura, yang seharusnya hal itu menjadi jatah atau kuota untuk PLN," paparnya. Yang lain, patut ditelusuri pihak-pihak yang mendapat laba dalam kasus ini. Patut diduga, yang mendapat keuntungan adalah mereka yang ikut dalam bisnis ini. "Apalagi, gas Indonesia malah sampai dijual ke Singapura. Setiap potensi kerugian negara harus diusut," Pramono menandaskan.
Analisis Kasus
Dalam kasus yang saya ambil pada contoh di atas yaitu kasus PLN dalam penyimpangan penyaluran energi primer. Dalam kasus ini berdampak pada kacaunya anggaran negara dan mengurangi aset negara yang diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakat atau publik. Kasus PLN ini mencapai kerugian negara yang jumlahnya mencapai tiga kali lipat pada kasus bank century yang berkisar 6.7 triliyun. Dan kode etik yang di langgar dalam kasus ini yaitu tanggung jawab profesi karena dalam kasus ini pemerintah yang bertanggung jawab dalam hal ini seperti Kementerian ESDM, BP Migas, dan PLN tidak bisa menjelaskan secara detail kemana anggaran tersebut dialokasikan. Selain pemerintah yang bertanggungjawab dalam kasus ini adapun oknum-oknum yang terkibat seperti adanya pihak-pihak yang mendapatkan laba di dalam kasus ini seperti contoh penjualan energi primer ke negara lain seperti singapura yang seharusnya itu digunakan untuk jatah PLN. Disisni mereka dalam menjalankan tugasnya tidak menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam kegiatan yang dilakukannya. Seharusnya dengan tanggung jawab profesi, mereka bisa menyelesaikan dan menjelaskan kemana anggaran tersebut dialokasikan. Dan mereka bisa bertanggung jawab dalam kasus ini bukan dengan lepas dari tanggungjawab mereka yang tidak bisa memeberikan penjelasan secara detail kemana anggran tersebut dialokasikan, dan melakukan penyimpangan energi primer ke negara lain, dengan adanya kasus ini berdampak buruk untuk negara, terutama dalam angaran negara yang seharusnya anggaran tersebut digunakan untuk kepentingan publik tetapi digunakan untuk menangani kasus penyimpangan seperti ini.
Sumber :
http://prinsip-etika-profesi-akuntansi-dan.html
http://nasional.kompas.com/read/2011/11/01